Wednesday, August 25, 2010

International Summit 2010: Quo Vadis ?

Berita di detikcom, tentang International Summit 2010, di mana akan berkumpul ratusan ilmuwan2 Indonesia yang berkarya di luar negeri, cukup menarik perhatian saya. Inilah pertama kali saya mellihat ada keseriusan pemerintah RI untuk mengajak para ilmuwan berdiskusi untuk memecahkan masalah bangsa. Mungkin ada pertemuan-pertemuan sejenis yang saya tidak tahu, tapi kelihatannya International Summit 2010 ini cukup fenomenal (semoga!).

Saya sendiri memiliki banyak harapan bahwa dari forum ini, akan muncul satu skema perbaikan bangsa Indonesia ke depan. Sejak Soeharto lengser 1998, kita tidak pernah punya lagi cetak biru untuk melanjutkan pembangunan. Pekerjaan bangsa ini hanya transisi, transisi, dan transisi. 12 tahun, transisi yang terlalu lama saya pikir. Bahkan saya merasa masa 12 tahun ini adalah masa turbulensi, bukan transisi. Ok, tanpa mengesampingkan beberapa kemajuan di beberapa bidang, alasan saya mengatakan bahwa ini adalah turbulensi, yaitu bahwa tidak ada cetak biru perbaikan pasca krisis moneter 1998, dan juga pasca krisis moneter 2008. Beberapa perubahan-perubahan di berbagai sektor yang positif, saya lihat sebagai perubahan sporadis, dan sangat sangat tergantung pada siapa pemimpinnya. Perubahan di Departemen Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani misalnya. Pendisiplinan di departemen ini patut diacungi jempol, tetapi saya tidak yakin ke depannya akan lebih positif lagi atau malah negatif. Ini karena tidak adanya cetak biru.

Kita harus akhiri masa turbulensi ini, dengan membuat satu cetak biru. Satu kemunduran sebenarnya bahwa kita sudah tidak punya GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) lagi sejak 1998. Sebuah perencanaan itu perlu. Apalagi untuk mengurus sebuah negara sebesar Indonesia, yang panjangnya saja menyamai benua Eropa, dan lebih kompleks konturnya karena ada lautan.

Semoga International Summit 2010 ini benar-benar serius dan menghasilkan sesuatu, dan saya pikir sesuatu itu seharusnya adalah sebuah cetak biru. Mungkin dalam bentuk yang belum rapi, tetapi paling tidak ada satu draft yang bisa ditindaklanjuti untuk mengubah turbulensi ini menjadi transisi, bahkan mungkin sebuah steady-state: sebuah kesetimbangan baru.

No comments: