Wednesday, September 01, 2010

Indonesia vs Malaysia ?

Ribut-ribut antara Indonesia dan Malaysia, inilah pendapat saya:

1. Keributan antar 2 negara ini sering kali didasarkan pada KLAIM. Klaim perbatasan, klaim kebudayaan. Tetapi permasalahannya tidak sesederhana itu. Klaim perbatasan, di mana Malaysia dan Indonesia sama-sama menganggap satu area sebagai miliknya, sebenarnya terjadi karena tidak pernah ada kesepakatan akan area yang dipersengketakan, bahkan sampai level PBB. Saya belum sempat menelusuri kenapa bisa begitu. Tapi begitulah adanya. Klaim kebudayaan, di mana budaya Indonesia banyak yang diaku Malaysia sebagai miliknya, ternyata juga tidak mudah. Indonesia merasa hasil budayanya "dicomot" Malaysia, sementara ironisnya, Indonesia tidak serius mengurusi hak cipta budayanya. Malaysia "mencomot" budaya juga bukan tanpa sebab. Banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di Malaysia berpuluh-puluh tahun dan membawa budaya tradisional. Sayang, kita belum bertemu kasus "Suriname mengaku wayang sebagai budayanya". Kalau ada, bagus buat perbandingan.

2. Keributan ini sendiri kalau saya pakai pendekatan introspeksi ke dalam, juga tidak terpecahkan karena Presiden sendiri tidak dapat men-tackle masalah dengan cantik. Tidak ada konferensi pers resmi ala Harmoko di era Soeharto yang bisa menjadi acuan wartawan untuk mengidentifikasi mana suara resmi Pemerintah. Yang terjadi juga ada menteri lewat, ditanya, lalu jawabannya dianggap sebagai suara pemerintah.

3. Keributan seperti ini sulit dipecahkan dengan perang. Perang apa yang kita mau ? Perang fisik ? Kalau perang fisik, kita mau apa ? Invasi ? Atau mempertahankan diri ? Mempertahankan diri apanya ? Tidak ada pasukan Malaysia di perbatasan kita. Yang ada polisi laut mereka. Saya masih menimbang-nimbang, apa perlu invasi ? Kalau invasi, jelas dunia Internasional juga akan memprotes Indonesia. Kita bukan USA, yang kalau invasi dibiarkan saja oleh dunia. Kita "hanya" Indonesia....

4. Kita harus memperhatikan nasib sekitar 2 juta TKI kita yang ada di Malaysia. Apakah mereka dengan nasionalisnya bersedia membombardir Malaysia dari dalam ? Saya pikir tidak. Mereka ke Malaysia untuk alasan ekonomi, membebaskan keluarga mereka dari kemiskinan. Dan perang bukanlah satu opsi yang mereka sukai.

Kesimpulan:
1. Perang bukan jalan keluar terbaik. Kalau mau protes, lebih baik pakai jalan boikot. Itu lebih baik.
2. Presiden RI harus tegas, akan dibawa kemana konflik ini. Buat konferensi pers yang resmi. Dan sebenarnya masalah di Indonesia adalah pada presidennya, yang sulit membuat keputusan yang cepat dan tegas.

Thursday, August 26, 2010

Beberapa tweets Tifatul Sembiring tentang Singapura...

Menkominfo RI, Tifatul Sembiring paling suka bikin diskusi panjang di twitter, sampai-sampai membuat tweets berantai. Satu topik yang dikemukakan beliau adalah tentang "Bagaimana Singapura bisa maju", yang meurut saya hanya mau membela sikap SBY terhadap kasus-kasus Indonesia vs Malaysia. Tapi kita kesampingkan dulu tentang Indonesia vs Malaysia.
Mari kita simak pesan-pesan berikut ini:

1. Sejarah S'pura tdk bisa dilepaskan dr seorang tokoh Lee Kuan Yew. Th 1959 (GNP us$400)dia punya visi 1990 GNP S'pore (us$2.600) 60x lipat

2. Ternyata th1995 GNP S'pura adl us$2.000, hampir mncapai target. Sy sudah 2x diskusi langsung dg Mr. Lee, di usia hampir 90 th, msh smart.

3. Bgmn anda mmbangun s'pura, bgmn prsaingan indonesia ms depan, peran china, india, jepang dan korsel. Mr. Lee mnjlaskan sangat brsemangat.

4. S'pura smcm minimisasi indonesia, multi etnis, dan mayoritas etnis china. Menurut Lee, mrk kami rekayasa agr saling berinteraksi.

5. Lee: s'pura kecil tanpa sda, kami hrs mengundang org u/ brbisnis disini. Kami hrs punya armada penerbangan dn servis trbaik, itulah SQ.

6. Lee: masyarakat hrs disiplin, hrs ada kpastian hukum, diterapkan dg keras. No smoking by law, larangan meludah, bw narkotik, hukuman mati.

7. Tdk ada demokrasi, oposisi skedar plengkap. Lee: kami tdk mau ambil resiko kekacauan politik, kami harus stabil. Investorpun ramai masuk.

8. Sy tanya edward lee (dulu dt besar s'pura di ina), apa visi moderen s'pura, dijawab singkat: 'Vision Hub' pak tif. What do you mean sir?

9. S'pura hrs jd central bisnis. Anda boleh punya minyak, gas dll. Tapi hrs jual via s'pura. Jadi hrganyapun MOPS: Market Oil Price S'pore.

10. Anda boleh punya bali, danau toba, singkarak, maninjau, bunaken, senggigi, bromo, sentani. Tapi org hrs lwt s'pura dg travel s'pura.

12. Th 2005 S'pura sbg investor terbesar ke indonesia. Rupanya strategi tebar jala ke negara tetangga, sukse dipanen oleh mereka.

13. So, ambillah pelajaran dari prjalanan sejarah, sbuah krisis tidak selesai dg sekedar amuk dan mbakar bendera, mesti ada langkah2 cerdas.

Maaf ada ralat visi 1990 usd 24.000 (60x) dan tercapai 1995 usd 20.000, mohon dimaklumi.

Itulah pesan-pesan dari pak Tifatul.
Komentar saya: Point 7 saya buat tebal, karena itulah yang harus pertama-tama dilakukan pemerintah Indonesia, siapapun presidennya. Dan itu hanya bisa terjadi kalau menjadi politikus bukan lagi menjadi "kegemaran". Masak artis (cewek) yang taunya pamer dada, tau-tau dijadikan calon wakil bupati ?? Atau artis yang mengurus rumah tangganya saja gak benar dicalonkan jadi bupati ?

Wednesday, August 25, 2010

International Summit 2010: Quo Vadis ?

Berita di detikcom, tentang International Summit 2010, di mana akan berkumpul ratusan ilmuwan2 Indonesia yang berkarya di luar negeri, cukup menarik perhatian saya. Inilah pertama kali saya mellihat ada keseriusan pemerintah RI untuk mengajak para ilmuwan berdiskusi untuk memecahkan masalah bangsa. Mungkin ada pertemuan-pertemuan sejenis yang saya tidak tahu, tapi kelihatannya International Summit 2010 ini cukup fenomenal (semoga!).

Saya sendiri memiliki banyak harapan bahwa dari forum ini, akan muncul satu skema perbaikan bangsa Indonesia ke depan. Sejak Soeharto lengser 1998, kita tidak pernah punya lagi cetak biru untuk melanjutkan pembangunan. Pekerjaan bangsa ini hanya transisi, transisi, dan transisi. 12 tahun, transisi yang terlalu lama saya pikir. Bahkan saya merasa masa 12 tahun ini adalah masa turbulensi, bukan transisi. Ok, tanpa mengesampingkan beberapa kemajuan di beberapa bidang, alasan saya mengatakan bahwa ini adalah turbulensi, yaitu bahwa tidak ada cetak biru perbaikan pasca krisis moneter 1998, dan juga pasca krisis moneter 2008. Beberapa perubahan-perubahan di berbagai sektor yang positif, saya lihat sebagai perubahan sporadis, dan sangat sangat tergantung pada siapa pemimpinnya. Perubahan di Departemen Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani misalnya. Pendisiplinan di departemen ini patut diacungi jempol, tetapi saya tidak yakin ke depannya akan lebih positif lagi atau malah negatif. Ini karena tidak adanya cetak biru.

Kita harus akhiri masa turbulensi ini, dengan membuat satu cetak biru. Satu kemunduran sebenarnya bahwa kita sudah tidak punya GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) lagi sejak 1998. Sebuah perencanaan itu perlu. Apalagi untuk mengurus sebuah negara sebesar Indonesia, yang panjangnya saja menyamai benua Eropa, dan lebih kompleks konturnya karena ada lautan.

Semoga International Summit 2010 ini benar-benar serius dan menghasilkan sesuatu, dan saya pikir sesuatu itu seharusnya adalah sebuah cetak biru. Mungkin dalam bentuk yang belum rapi, tetapi paling tidak ada satu draft yang bisa ditindaklanjuti untuk mengubah turbulensi ini menjadi transisi, bahkan mungkin sebuah steady-state: sebuah kesetimbangan baru.